19. Pulang

Ini bukanlah tulisan mengenai resensi novel Pulang karya Tere Liye.
Bukan.
Ini bukanlah cerita mengenai bagaimana Bujang alias si Babi Hutan menjadi penguasa Keluarga Tong yang membawanya menjadi seorang Tauke Besar.
Bukan.
Maaf kalau aku membuatmu kecewa.
Ini adalah kelanjutan cerita KKL diriku yang masih belum usai. Hahaa!
Cerita sebelumnya bisa dibaca di sini dan di sini.

***

Selepas sarapan di rest area, kami melanjutkan perjalanan menuju Jakarta. Kami menuju Bandar Udara Halim Perdanakusumah. Seharusnya, kami ke Monas dahulu. Namun, tersebab kami cukup ngaret dalam soal waktu, maka hal ini tidak jadi dilaksanakan. Takutnya, kami ketinggalan pesawat.

Oh ya, hampir lupa. Dalam perjalanan ini, kami menyempatkan diri untuk mampir sejenak di toko oleh-oleh yang ada di Provinsi Jawa Barat. Lagi-lagi, aku tidak tahu kami sekarang tengah berada di kabupaten apa. Yang jelas, di sana mereka ada jual jersey bola Persib Bandung. Namun kami tidak membeli jersey tersebut. Kami membeli oleh-oleh berupa dodol (bukan dodo).

Ada hal yang membuatku tidak nyaman di toko itu. Ini berasal dari toilet mereka.
Pertama, mereka punya toilet yang berbayar.
Kedua, toiletnya tidak bersih. Terkesan kumuh, kotor dan bau pesing. Pintu toilet itu juga tidak dapat berfungsi dengan baik. Pintunya tidak dapat dikunci.
Jadi, apabila aku di rumah. Masuk ke toilet, kunci pintu, lepas celana, kemudian jongkok. Bisa lansung curr....
Lha, kalau di sini, ketika hendak melepas celana. Tiba-tiba ada ada buka pintu. Apa yang akan terjadi, sodara-sodara!?
(Jangan lupa. Sunnah kencing itu jongkok, bukan berdiri. By the way, jangan dibayangkan secara detail adegannya, yaa! -_-)

Seusai drama di toilet dan membeli oleh-oleh, bus kami kembali melanjutkan perjalanan.
Ini adalah part terakhir dalam perjalanan kami. Maka dari itu, masing-masing dari kami mengeluarkan kesan terhadap perjalanan. Hampir seluruhnya berbicara melalui pengeras suara yang ada di dalam bus. Mulai dari kami (mahasiswa peserta KKL), pihak bus (sopir dan kernet), dan juga pihak travel.

Mas Ade, yang merupakan guide dari pihak travel memberikan sepatah kata sebagai tanda perpisahan. Belakangan diketahui bahwa Mas Ade seumuran dengan kami. Namun ia telat setahun kuliah. Ia adalah mahasiswa Fakultas Pertanian angkatan 2016.
Jujur, kata-kata yang keluar dari mulutnya membuatku sedikit terharu.
"Sejauh ini, ketika aku memandu perjalanan di travel ini. Kalian adalah peserta terbaik. Kalian sangat mementingkan waktu ibadah. Pelanggan sebelum-sebelumnya yang memakai jasa travel kami, tidak ada yang sangat peduli dengan waktu ibadah. Bahkan, ada beberapa kali kami sampai tidak shalat. Aku salut. Aku jadi semangat juga untuk meningkatkan ibadah."

Ya, boleh jadi apa yang ia katakan adalah benar.
Apalagi ketika hari Jum'at. Beberapa orang dari kami berkali-kali mengingatkan pihak sopir dan travel untuk menepi, mampir shalat Jumat.
(Karena kondisi saat itu ada beberapa masjid hanya dilewati saja, tidak jadi berhenti. Padahal kenyataannya karena sopir tidak menemukan lahan parkir yang pas untuk dua bus.)

Bagaimana denganku?
Aku juga tak mau kalah untuk memberikan kata-kata terkahir.
Aku meminta maaf kepada teman-teman yang beberapa kali dalam perjalanan terhambat gara-gara diriku ke toilet.
Misalnya, ketika di Jawa Tengah bus yang kami tumpangi harus ke SPBU demi aku bisa buang hajat. Atau usai shalat Jumat, aku menuju toilet juga untuk membuang hajat. Dua bus menunggui aku selesai BAB. Selepas itu baru bisa berangkat.
Wwkwkkw.

Ketika kami telah selesai bicara satu persatu, tidak terasa. Bus telah memasuki wilayah Kabupaten Bekasi, aku menemukan Meikarta (sebelumnya hanya bisa aku lihat di televisi dan internet).


Satu lagi, kelupaan. Ini adalah rute perjalanan kami dari rumah makan tempat kami sarapan menuju bandara.


Singkat cerita, kami tiba di Bandara Halim Perdanakusumah sekitar pukul setengah dua belas siang.
Kami bersalam-salaman dengan sopir. Mengucapkan banyak terimakasih telah menemani perjalanan KKL kami selama satu pekan ini.


Selanjutnya, kami makan siang di emperan bandara. Eh maksdunya, kami makan siang berupa nasi kotak lauk rendang di dekat pintu masuk khusus penumpang yang memiliki tiket. Di sana ada tempat dimana kamu harus disensor dahulu sebelum masuk. Tas dan koper juga disensor).

Seusai santap siang ditelan, adzan zhuhur telah berkumandang. Kami menyeret kaki-kaki kami untuk shalat Zhuhur berjama'ah di masjid bandara, kemudian melanjutkan shalat Ashar secara jama' dan qashar.


Seusai shalat, kami kembali menuju pintu gerbang yang ada sensornya. Melakukan beberapa hal administrasi, ambil tiket dan sebagainya. Kemudian kami masuk ke ruang tunggu. Saat itu, waktu masih menunjukkan pukul setengah dua siang. Dan pesawat kami berangkat dengan jadwal pukul empat sore.



Bersambung..

Share:

18 komentar

  1. ado yang typo di kata "maskdunya" paragraf setelah gambar bis

    BalasHapus
  2. Kupikir cerita kkn dah habis.. ternyata masih berlanjut. Ntaps. Bisa jadi satu buku nih kak wkwk

    BalasHapus
  3. Aku kira tulisan ini adalah sesi terakhir dari cerita KKL kak Dodo. Ternyata masih berlanjut gaes....

    "pintu gerbang yang ada sensornya"
    Entah kenapa baca itu doang ku ngakak wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku lupa namanya. Wkwkwk.
      Kalo ndak salah, metal detector ye?

      Hapus
  4. Kalau sinetron ini udah jadi season ke berapa ?^^
    penulis skenarionya selalu punya ide buat ngembangi cerita, mantap

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwkwk, btw makasih udah mengikuti episode demi episode πŸ˜€

      Hapus
  5. Judulnya "Pulang", apakah ini last part kak?

    BalasHapus
  6. Ternyata proyek meikarta itu proyek jembatan layang yah, kok aku baru tauπŸ˜‚

    BalasHapus
  7. mantul poin pentingnya jangan lupa ibadah:')

    BalasHapus
  8. Saya menyukai bagian tetap sholat meskipun dalam perjalanan. Keren menurut saya, soalnya jarang sekali penumpang itu mau sholat dalam perjalanan panjang kek itu. Menarik ceritanya πŸ‘ #dwiki

    BalasHapus
  9. Alhamdulillah sih kalo lagi piknik masih ingat untuk sholat dulu, kebanyakan jalan terus karena malas atau mungkin karena mepet kali ya.

    Kalo soal toilet mah udah biasa, aku sering nemuin toilet kayak gitu yang ngga ada kancing pintunya, cuma pakai tali. Eh malah ngga ada yang buat nyangkol talinya.

    Coba baca dulu ah cerita sebelumnya biar paham.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih udah mampir kang. Monggo boleh dibaca dari episode pertama πŸ˜€

      Hapus