01. Jakarta

Pertama kali, aku tiba di kota ini sekira setahun yang lalu; pertengahan Desember 2018.
Aku ke sana dalam rangka KKL (Kuliah Kerja Lapangan), yang belakangan berubah menjadi PKL (Praktek Kerja Lapangan). Walaupun, pada kenyataannya kami tidak melakukan praktek. Hanya melihat-lihat saja.

DKI Jakarta.
Merupakan provinsi yang sempat viral dalam sejarah bangsa. Lantaran sempat ada Gubernur yang terpeleset lidah, hingga menista Agama.
Dia menyulut emosi warga Muslim satu Nusantara, kemudian mereka datang ke Jakarta sebanyak 7 juta jiwa.

Awalnya, aku cukup takjub ketika sampai di sini.
Dari dalam pesawat ketika hendak landing, lamat-lamat ku lihat kota yang sangat padat. Kok bisa area sepadat ini ada di dekat Bandara. Padahal di kotaku (Palembang, red) bandara sepi dari pemukiman.
Oh iya, aku lupa. Ini ibukota.

Kami tiba di Bandara Halim Perdanakusumah sekitar pukul 10 pagi. Aku masih ingat, seharusnya setelah tiba, ambil koper, kami langsung naik bus menuju Cilegon. Jadi sebenarnya, aku di Jakarta hanya lewat. Tidak sempat keliling kemana-mana.
 Namun aku dan beberapa teman lain, nungguin seorang teman ke toilet. Cukup lama sih. Aku ber-husnuzhon bahwa toiletnya dalam keadaaan antre yang sangat ramai.
Selesai dari WC, sempat terjadi sedikit drama. Ternyata teman-teman lain sudah di bus wkwkwk. Jadi, mereka nungguin kami dari WC yang tak kunjung selesai.

Masuk ke Bus, aku duduk bersama teman kuliahku yang berasal dari konsentrasi Teknik Kendali dan Komputer (TKK); Aditya Wardhana. Fyi, ada tiga konsentrasi di Teknik Elektro Unsri. Selain konsentrasi TKK, ada TTL (Teknik Tenaga Listrik) dan TTI (Teknik Telekomunikasi dan Informasi). Aku memilih konsentrasi TTL.
Adit adalah seorang pemuda asal Empat Lawang yang periang dan hobi sekali mengoleksi Gundam. Adit sudah beberapa kali ke Jakarta. Berbeda dengan diriku yang baru pertama. Adit menjadi tour guide yang baik. Setiap gedung-gedung penting, Adit selalu menjelaskan kepadaku gedung apa yang kami lewati.
Penampakan Adit dan Aku setelah turun dari pesawat

Aku pun masih terheran-heran. Di kiri kanan, ada gedung-gedung tinggi. Tidak 1-2 lantai, namun bisa belasan hingga puluhan lantai. Tidak 1-2 gedung, namun di sepanjang jalan banyak ku temui gedung-gedung tinggi itu.
Akhirnya, aku bisa melihat gedung yang sebelumnya hanya bisa dilihat dari layar kaca.
Misal, kompleks gedung MPR. Aku bergumam, "Oooh ini ruponyo gedung MPR. Kalu be agek antor aku di sini. Haha!"
Ada lagi gedung yang hampir seisi bus histeris. Adit berujar, "Woy, gedung Metr* ti*pu di situ nah!"
Sontak sebagian kami langsung melongok ke jendela.
 
Penampakan gedung-gedung tinggi di Jakarta, diambil dari dalam bus

Jalan raya di Jakarta, waah jangan ditanya. Aduhai, alangkah padatnya jalan dengan kendaraan. Padahal sudah banyak jalan bertingkat dan melingkar.
Aku juga terheran-heran, karena yang seperti ini tidak ada di kotaku. Jika di Palembang hanya ada fly over dan under pass satu tingkat. Di sini, bisa 4-5 tingkat. Ketika di pangkal jalan kami ada di tingkat 4. Namun di ujung jalan ternyata di tingkat 5.
Aku pun, berkesempatan melihat Bus Transjakarta. Yang, lagi-lagi, hanya bisa ku lihat di televisi.
Ternyata desain busnya sama dengan Bus Transmusi. Bedanya hanya di tulisan, dan ukuran lebih besar.
Pembangunan pun, hampir di setiap sudut ku temui. Padahal kota ini sudah ramai, padat dengan gedung. Masih kurang bangunan kah?

Praktis, sepanjang perjalanan aku hanya terkagum-kagum melihat bangunan di kiri dan kanan. Sesekali karena bosan, aku membaca buku yang sudah dipersiapkan lama.
Tujuanku membaca buku adalah, agar dikira keren oleh si doi!

Aku memilih buku ini, mengenai sosok Fahri Hamzah, yang begitu mengejutkan, dipecat dari partainya. Aku juga penasaran, kenapa beliau menjadi sosok yang begitu fenomenal. Apa yang melatarbelakanginya?

Cuplikan buku mengenai sosok Fahri Hamzah

Karena jalanan di Jakarta begitu ramai, bus kami menuju Cilegon menggunakan tol dalam kota. Beruntung ada tol yang telah dibangun, jadi kami bisa sampai lebih cepat ke Cilegon.
 

Terimakasih Pak Jokowi!

Share:

0 komentar