(Hampir) dituduh PKI



Hari ini sudah masuk bulan Oktober tanggal satu, diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Kenapa begitu? Sebab satu hari sebelumnya, adalah hari yang kelam bagi sejarah bangsa Indonesia. Tujuh petinggi TNI dibunuh oleh orang-orang yang berfaham Komunis. Peristiwa itu dikenang sebagai G-30S/(PKI).
Aku menggunakan PKI dalam tanda kurung sebab hari ini media hanya menulis G-30S saja, tanpa kata-kata PKI.
 
Bukan perdebatan mengenai apakah PKI atau bukan pelaku peristiwa sejarah itu, aku tidak mau mendebatnya. Di tulisan ini, aku mau bercerita hal-hal lain di sebalik peristiwa ini. Setelah beberapa postingan sebelumnya aku menulis hal-hal retjeh dan tidak penting serta tidak berguna, kali ini aku mencoba menulis hal yang berbeda, sedikit serius. Ehehe..
 
Aku mendengar kisah ini dari bapak, satu tahun lalu.
Kisah ini, kalau tidak salah, terjadi pada sekira awal dekade 70-an, saat itu seorang pria paruh baya baru saja tiba di rumahnya. Baru pulang dari tempat kerja. Ia menggunakan sepeda onthel jadul kesayangannya. Tak lupa, tas cangklong setia bergantung di sana. Helm berwarna putih dengan logo dua ekor kuda laut yang mengapit sebuah bintang, masih terpasang di kepala. Pria ini merupakan pekerja dari salah satu perusahaan milik negara, dengan bidang usaha utamanya pertambangan minyak dan gas. Tempat kerjanya berada di sebidang kilang minyak yang ada di pinggir kota. Kilang ini terletak di tepi sungai terbesar di Pulau Sumatera.
 
Kalau kamu faham, pasti dengan mudah menebak perusahaan apa tempat si pria paruh baya bekerja.
Tapi, tolong jangan disebut nama perusahaan itu di kolom komentar, yaa. Aku tidak mau ada abang tukang bakso lewat di depan rumahku, hehehee~
 
Di malam hari, pria itu kedatangan tamu. Rekan kerjanya di kilang tadi siang telah menawari ikut organisasi Persatuan Pekerja ******* (bukan nama organisasi sebenarnya).
 
“Ayoo, mas. Gimana? Jadi kan ikut organisasi Persatuan Pekerja yang tadi siang aku ajak? Ini aku sudah bawa formulir pendaftaran anggotanya.” Kata teman si pria paruh baya itu.
 
Sambil menyeruput teh panas, si pria paruh baya berupaya menolak dengan halus, “Bukan saya tidak mau ikut ajakan panjenengan, saya kan sudah masuk organisasi Serikat Pekerja ******* (masih bukan nama organisasi sebenarnya), apa bedanya? Toh sama-sama organisasi yang menaungi kita para pekerja di sana.”
 
“Gini, mas. Serikat Pekerja kalau kita lihat terlalu pro terhadap pemerintah, manut-manut saja. Apa bagusnya pemerintah Orba saat ini? Kita butuh wadah untuk mengkritisinya mas! Daripada njenengan masih tetap di Serikat Pekerja, mending pindah ke Persatuan Pekerja saja.” Teman si pria paruh baya masih saja ngotot untuk mengajaknya.
 
“Husssh.. Jangan bilang gitu, kalau omonganmu didengar Babinsa, bisa bahaya. Awas bisa ditangkap kamu. Segenting apa sih, saya harus ikut kamu ke Persatuan Pekerja.” 
 
“Hemm.. Tidak juga sih mas. Yaa sudah, gimana kalau jalan tengahnya njenengan ikut saja keduanya. Serikat Pekerja tetap ikut, sedangkan Persatuan Pekerja cuma daftar nama saja. Tidak usah ngapa-ngapain. Ayoo lah mas, aku sudah jauh-jauh loh datang ke rumah sampeyan.” Temannya sudah merasa frustasi mengajak temannya itu, nampaknya akan gagal. Ia lalu menyalakan rokoknya, kemudian menghisap dalam-dalam.
 
Masih sambil menyeruput teh, pria paruh baya itu kemudian merespon temannya, “Saya minta tolong, matikan rokok panjenengan. Saya tidak mau rumah ini dipenuhi racun dari asap rokok.”
 
Temannya lalu mematikan rokok seraya meminta maaf, “Oh yaa, maafkan saya mas. Jadi gimana? Ayoo lah ikut mas?” Ia masih tidak mau menyerah.
 
“Coba kamu jujur sama saya, ada apa kamu begitu ngotot mengajak saya?”
 
“Sejujurnya, saya dikasih uang kalau berhasil mengajak anggota baru mas. Tahu sama tahu lah, keadaan ekonomi hari ini masih sulit. Tiap-tiap hari hanya makan tempe dan tahu. Ditambah lagi, si bungsu, anak nomor tujuh, sedang butuh susu.”
Akhirnya, si pria paruh baya menerima tawaran dari temannya untuk bergabung bersama organisasi Persatuan Pekerja.
 
Hari-hari kemudian berlangsung normal sebagaimana biasa. Si pria paruh baya kembali mengayuh sepeda onthel kesayangan setiap hari menuju kilang minyak. Hingga akhirnya, sekian tahun selanjutnya. Suatu tragedi terjadi.
 
Pemerintah, melalui badan intelnya berhasil mengungkap apa yang terjadi di belakang organisasi Persatuan Pekerja. Organisasi itu merupakan under-bow dari PKI. Seluruh pekerja di kilang heboh.
Apa yang terjadi? Simpel saja. Pemerintah mengeluarkan fatwa. Barang siapa yang menjadi anggota organisasi Persatuan Pekerja, maka mereka harus dipecat dari perusahaan negara.
 
***
 
“Waah, kasihan juga ya, pak. Para anggota organisasi Persatuan Pekerja menjadi pengangguran, dong. Terus, gimana nasib si pria paruh baya?” Tanyaku kepada bapak, aku masih penasaran kelanjutan ceritanya.
 
“Nasib baik untuk Mbah-mu alias si pria paruh baya. Peraturan dari perusahaan, yang dipecat hanya bagi mereka yang usianya di bawah 55 tahun. Untuk anggota Persatuan Pekerja yang berusia di atas itu, tidak akan dipecat. Nasib baik karena saat itu, dua tahun lagi Mbah sudah akan pensiun.” Bapakku menjelaskan.
 
“Terus, mereka yang dipecat dari sana gimana nasibnya, pak?”
 
“Yaa, mereka akhirnya mencari pekerjaan lain. Ada yang berdagang, ada yang bertani. Ada pula yang bekerja ke perusahaan swasta. Hal lain yang lebih buruk adalah, mereka mendapat sanksi sosial dari masyarakat. Mereka dituduh anggota PKI. Padahal, faktanya mereka tidak tahu apa-apa. Mereka hanya diajak organisasi, yang dikira organisasi biasa.”
 
“Kok bisa mendapat sanksi sosial, pak?”
 
“Yaa, karena itu tadi. Mereka dituduh anggota PKI. Bisik-bisik tetangga mengatakan jangan belanja ke warung Pakde A, dia itu orang komunis. Atau, tidak usah datang ke rumah Om B, di sana sarang pe-ka-i. Begitu tajamnya omongan tetangga. Mereka yang berdagang, dagangannya juga belum tentu laku, karena pembeli tidak mau belanja ke orang PKI.”
 
“Sedih sekali, yaa. Padahal mereka bukan anggota PKI. Hanya tuduhan saja. Alhamdulillah, Mbah tidak dipecat. Kalau dipecat, pasti tuduhan macam-macam terjadi.”
 
“Yaa, betul nak! Jadi, menurutmu hikmah apa yang bisa diambil dari kejadian ini?” Tanya bapakku sambil meminum kopi yang telah dingin dari tadi.
 
“Hikmahnya, Mbah selamat dari gunjingan tetangga, Pak!” Kataku dengan semangat. Bapakku melongo mendengar jawabanku.
 
“Hemm.. Sudah dulu, Doo obrolan malam ini, bapak ngantuk. Mau tidur! Oh yaa, gelas kopi itu tolong dibereskan, letakkan ke dapur.”
 
Bapak meninggalkanku sendirian di beranda rumah.
 
Aku masih termenung, apa salahku sehingga bapak sekenanya langsung meninggalkanku.

Share:

73 komentar

  1. Inti cerita ini benar terjadi. Namun penyampaiannya dengan versiku sendiri. Jadi, bisa jadi fakta di lapangan jaman dulu, tidak terlalu sesuai dgn tulisn ini.. 😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jadi fakta di lapangan jaman dahulu itu bagaimana kang, apa mungkin lebih kelam atau lebih fun?

      Ah, sepertinya perlu pinjam mesin waktu Doraemon nih agar tahu.

      Hapus
  2. aku juga gugling logo tersebut, tapi nggak nemu, wkwk,, niat amat yak..
    Memang penting menilik sebuah organisasi yang hendak diiukuti, jangan asal masuk saja.
    Btw, karena bapak ngantukan makanya belio masuk duluan, eh iya kan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu logo lamanya, mbak. Skrg udah ga gitu logonya. Hehehe

      Hapus
    2. Aku tau logo apa itu. Hehehe.. Soalnya aku dibesarkan dg kondisi akrab dg industri migas.
      Tapi memang dulu karyawan perusahaan BUMN dan PNS kan tidak bebas berkespresi, bahkan dulu pemilu pun wajib memilih si kuning.
      Jadi beruntunglah skrng kita hidup di kondisi yg lbh bebas. Semoga aja tp ga keblablasan bebasnya ya 😁

      Hapus
    3. Yaa, BUMN mana lagi yg mengelola industri migas, mbak hahahah

      Menurutku, hari ini jg PNS masih sedikit dobatasi ruang gerak politiknya. Mereka harus netral, tidak boleh memihak atau ikut berkampanye ke Parpol apapun. Tapi lebih baik lah daripada zaman dulu.. Kudu milih poon beringin warna kuning. Kalo sekng kan bebas mau pilih partai apa aja 😅

      Hapus
  3. Betapa beruntungnya ya zaman sekarang, dulu tuh bahkan kita nyebut PKI aja udah pada takut, nggak ada yang berani nyebut namanya.

    Sekarang bahkan diperdebatkan dan itu bisa-bisa aja.
    Kalau saya cuman pengen berharap, semoga para koruptor itu dibikinin hukum agar mereka diperlakukan kayak PKI zaman dulu, di mana dia dan keturunannya di blacklist dari pemerintahan, mungkin dengan itu biar orang-orang mikir ribuan kali kalau mau korupsi :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu tuh yg sampe sampe keturunannya diblack list.
      Mau jadi TNI, kalo keturuan PKI katanya ga bisa.
      Apakah itu aturannya masih berlaku sampe skrng ya mbak?

      Hapus
  4. PKI itu apa sih?? hahaha *sorry
    cuma tau singkatannya tapi buta sama sejarahnya, taunya mereka jahat aja. udh itu tok.
    Mereka tuh kaya hitler gtu yah, yg kejam2 menghalalkan segala cara termasuk membunuh demi kepentingannya.

    Maaf ya, soalnya nilai sejarah saya dulu amblas..
    hmm, menarik kisah bapaknya mas. Obrolan malam yang sangat berat.. hehe. Saya sndiri pengurus serikat di tempat saya kerja. tapi sepertinya nggk ada hubungannya.. wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Serikat kerja skrng mah kayaknya ga ada yg aneh2. Beda dgn jaman dulu mas hahah

      Hapus
  5. Btw, kenapa bapaknya pergi ya, padahal jawaban Dodo ngga salah juga kan?

    Memang ngeri kalo zaman dahulu kena cap PKI, mau jadi PNS otomatis ditolak, dagangannya juga ngga laku, belum lagi dikucilkan masyarakat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang udah jam berapa kok sudah ngantuk, apa yang ngantuk mas Dodo.😁

      Hapus
  6. Film nya itu sekarang diputar di tivi tivi. Saya hafal betul nada musiknya sampai beberapa detil kata kata di adegannya hehe
    Maklum jaman dulu, nonton film itu sudah seperti rutinitas. Anak anak SD, smp seingat saya, waktu itu seneng banget diajak ke satu satunya bioskop di kota kami. Atau kadang nonton bersama tetangga rame rame di lapangan desa ala layar tancep. Pulangnya beli kacang godhog atau puli pecel. Sesederhana itu, tanpa paham pro kontra PKI

    BalasHapus
    Balasan
    1. Krn skrng zaman arus informasi udah lebih terbuka, mungkin itu lah sebabnya jadi ada pro kontra y mbak

      Hapus
  7. Oh ternyata ini beneran ya, beliau yang bersepeda onthel itu mbahnya mas dodo?

    Ya memang begitu ya kalau sebagai orang cilik cuma jadi korban saja, sesungguhnya tidak tahu apa apa, eh malah karena sudah terlanjur gabung dengan organisasi yang katanya ada hubungannya......jadi beberapa ada yang terdampak sosial

    Jadi teringat salah satu adegan di film aadc dimana bapaknya rangga dituduh dulunya ikut partai tersebut lalu selalu diteror dan dipencilkan masyarakat...

    Eh tapi kalau film jadulnya baru kemaren tuh ada diputer di tipi merah abis nonton berita malam :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa, pria paruh baya yang menggunakan sepeda onthel, itu mbahku 😅

      Hapus
  8. Saya tau logo migas yang mas maksud hehehe tapi kenapa tukang bakso yang lewat 😂

    Itu bapaknya mas Dodo mungkin sudah kehabisan kata-kata mendengar jawaban mas Dodo. Seakan percaya nggak percaya 🤣 kalau menurut saya, pelajaran yang bisa didapat dari kisah mas Dodo di atas adalah jangan gampang ikut suatu organisasi even tujuannya hanya untuk bantu teman. Karena kadang keputusan itu akan merugikan kita. Hehehehe. Jadi harus selalu makesure keputusan kita nggak berbuah penyesalan dihari kemudian 😆

    Eniho, kasihan orang-orang yang nggak tau apa-apa dan join organisasi tersebut hingga akhirnya dipecat. Mereka pasti shock dan kesal sama teman yang mengajak mereka 😥

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaaa itu mbak, kasihan orang yg ga tau apa-apa. Dituduh PKI, dikucilkan, dan menjadi gunjingan tetangga. Nasib baik mbah saya tidak seperti itu :))

      Hapus
  9. Di desa saya konon katanya dulu juga ada pembantaian karena dituduh pki mas. Dan itu letaknya nggak jauh dari rumah saya. Orang-orang pada dibawa pergi gitu. Serem sih kalau bahas organisasi pki karena ada banyak kisah suram dan kejam di dalamnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaah serem banget. Apalagi deket rumah mbaknya..
      Tinggal di Jawa Timur kah, mbak?

      Hapus
  10. Saya kok gak yakin underbow PKI masih eksis ngrekrut banyak anggota di tahun 80an. Mungkin itu hanya... :D

    Logo kuda laut, kok kayak sering lihat ya..?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bapakku tidak cerita tahunnya, sih. Tapi kalo dipikir-pikir bener juga. Ga mungkin tahun 80-an. Mungkin awal tahun 70-an yaa mas, secara masih belum jauh dari tahun 65..

      Hapus
  11. Masa-masa itu memang mengerikan ya, Kak. Berdiskusi tentang politik di depan rumah aja, rasanya was-was banget, apalagi untuk ikut organisasi-organisasi gitu, pasti takut tapi diiming-imingi uang jadi tergiur :'(

    Menurutku, bapak Kak Dodo langsung pergi memang karena udah ngantuk aja, hayo nggak boleh sudzon wkwkw

    BalasHapus
  12. Kenapa yang hanya ikut ikutan jadi kena imbasnya ya, padahal mereka belum tentu bersalah. Tapi syukurlah Mbah nya tidak apa-apa

    BalasHapus
  13. Baca tulisan ini jadi teringat film senyap. Kalau sudah bahas soal PKI bawaannya serem dan gelap.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah gitu ya mas. Aku blm pernah nonton, kapan2 tak cari deh

      Hapus
  14. Aku langsung Googling, do. Dan langsung ketemu. Gak nyangka, aku jago banget cari info di google. 🙈

    Ngomong-ngomong ayahku dulu juga pernah cerita hal yang kurang lebih sama. Banyak yang sebenarnya bukan PKI, tapi dituduh-tuduh PKI. Mungkin sebabnya juga sama, gara-gara ikut organisasi seperti cerita bapaknya Dodo itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaah jago bener mbaknya dan tingkat ke-kepo-an nya cukup tinggi hahahaa

      Hapus
  15. wah seru banget ceritanya mas
    memang banyak organisasi yang sbeenranya engga bener-bener menyatu dengan PKI, tetapi beberapa anggotanya bersimpati juga dicap PKI
    LEkra adalah salah satunya dan ya engga semua anggotanya ikut PKI
    ya abis deh

    yang untung masian mas yang dapat sanksi sosial meski ya sakit juga
    banyak yang dibuang ke buru atau bahkan dibunuh tanpa pengadilan'
    ngeri pkoknya.

    BalasHapus
  16. semoga sejarah kelam bangsa ini tidak terulang lagi, bangsa kita sudah waktunya untuk terus mensejahterakan rakyatnya

    BalasHapus
  17. Semoga ke depannya bangsa dan negara baik-baik saja ya.. jangan ada lagi tragedi semacam g30s yang lain..

    BalasHapus
  18. Apakah keluarga Anda seorang transmigran dari pulau Jawa? Di Sumatera, tali ada penyebutan sampeyan dan njenengan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau disebut transmigran, bukan mas. Mbah saya ke Sumatera itu sebab bekerja.

      Untuk penggunaan dialog "sampeyan" dan "njenengan" itu hanya karangan saya saja. Sebab, asumsi saya saat itu, pekerja di sana banyak orang Jawa. Dan wajar2 saja mereka berbicara dengan bahasa itu. Eheheh...

      Hapus
  19. kayaknya aku nonton film ini waktu SD, aihhh sadis benerrrr euyyy
    waktu berita soal ini muncul lagi, aku heran kenapa sampe segitunya maksa maksa buat ditayangin, ehh jadi tayang apa enggak, aku ga apdet lagi. beritanya isinya kok kayak ribut semua

    kalau meliat cerita mbahnya mas dodo, jaman dulu pasti berat banget ya keadaannya, banyak tuduhan sana sini,rakyat kecil dijadiin sasaran

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aslii, bener banget. Tuduhan disana sini, pasti serem banget yaa mbak

      Hapus
  20. Kalo udah dapat cap PKI emang ngeri sih, sanksi sosial yang diterima di dalam masyarakat besar banget.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yaa, sanksi sosialnya gede banget. PAdahal kan belum tentu pki

      Hapus
  21. kasihan ya mereka yang "terjebak" dan rusak karirnya,, mungkin sebagian bisa bangkit dari keterpurukan tapi sebagian lagi mungkin tidak bernasib baik. Beruntung si mbah masih bernasib baik. Sampai sekarang, cap komunis atau PKI stigmanya masih sangat jelek. Mereka yg "terjebak" itu kasihan ya kalau keluarganya masih harus menanggung stigma buruk dari masyarakat..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali mas, jadi karirnya masa depannya bisa rusak...

      Hapus
  22. Logo dua kuda laut imut mengapit bintang kejora �� ?., *eh ... Oh aku .. tau perusahaannya , hahaha.
    Tapi sesuai permintaan, ngga kusebutin namanya ��

    Kasihan ya kalau sampai dituduh begitu ..
    Ikut sedih bacanya.

    BalasHapus
  23. kisah kekejaman komunis suatu ms dulu, jika difikir teramat zalim. tak dapat bayangkan kalau kita hidup di zaman itu.
    tapi sayangnya sampai hari ini masih ada yg mahu hidupkan fahaman ini walaupun negara (malaysia) sudah merdeka.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah ternyata di Malaysia ada komunis juga yaa kak Anis?

      Hapus
    2. ada, mas. malah ada yang memperjuangkannya secara terang-terangan tapi masih ramai yang menyokong kerana mereka pandai memanipulasi orang ramai dengan slogan-slogan tertentu. malah ambil bahagian dalam election. (ada party sendiri)

      Hapus
  24. Dari pengalaman ini juga saya belajar untuk tidak ikut kegiatan yang belum jelas asal usulnya, kalau hanya ikut saja ya buat apa kalau tidak ada kegiatan yang bermanfaat didalamnya. Terima kasih mas dari cerita ini ada sedikit gambaran terkait kejadian yang terjadi terkait kejadian G30S itu

    BalasHapus
  25. Kita nggak tau kapan kita apes ya. Beruntung Mbah Mas Dodo tidak diberhentikan seperti yang lain ya.
    Kasihan kalau awalnya mau bantuin teman, malahan sampai mencoreng nama baik.

    Organisasi under bow ini saya baru dengar.


    BalasHapus
  26. Aku tidak bisa berkomentar banyak, hanya bisa bilang alhamdulillah Mas Dodo sekeluarga masih sehat walafiat sampai hari ini, tidak dipersekusi karena hal yang sebenarnya masih abu-abu.
    Kebenaran sejarah tidak ada yang tahu, karena aku percaya yang menang (dalam hal ini pemerintahan orba) yang menulis sejarah yang sampai sekarang dipercayai hampir semua masyarakat Indonesia.

    BalasHapus
  27. Film G30SPKI ini bikin merinding2 disko deh. Semua hal baik dialog teritama musiknya iiiih syereeem pisan, mas. Ga paham juga sekarang kok muncul lagi PKI2 terbaru. Bisa jadi memang sejak lama ada terselubung ga ada matinya.

    BalasHapus
  28. tetap ada pertanyaan yg tidak terjawab ya mas dodo. Tentang PKI ini memang jadi ....entahlah. Pro kontra banget. Tapi apa iya sekarang masih mau bangkit lagi? dengan ganti label gitu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin saja, pemikiran nya masih ada. Terutama di China dan Korea Utara *eh

      Hapus
  29. Emang ada cerita-cerita begini di balik cerita PKI yang dianggap negatif semua ya mas, padahal aslinya ya masih abu-abu. La wong yang bisa nulis cerita sejarah kan yang berkuasa.

    BalasHapus
  30. Sejarah oh sekarang memang kadang membingungkan, susah membedakan mana yang benar dan yanh salah

    BalasHapus
  31. First thing I have to check is if there is any disclaimer in the bottom of your post, something like "Cerita ini hanya cerita fiksi", tapi syukurlah tak kutemui tulisan semacam itu.
    Tapi alhamdulillah mbah-mu aman dari segala tuduhan PKI tersebut. Kalo tetibo tertuduh, waah bakal segala kerabat hingga keturunanya tertuduh pe ka I jugo dong (termasuk dodo #eehh) wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apakah kemudian aku harus buat buku "Aku bangga jadi cucu PKI" Wqwkqk

      Hapus
  32. Betul banget Doo..Bicara soal PKI banyak yang tertuduh dan dianggap PKI kala, PKI mulai dibrantas kala itu. Selain dituduh PKI mereka juga dikucilkan bahkan sampai ada yang dibunuh.

    Dan Film G30S PKI banyak yang tidak sesuai dengan Fakta2 yang ada. Sebagai contoh DN Aidit dalam Film ia seorang perokok berat...Padahal Faktanya tidak demikian. Dan masih banyak lagi hal2 yang aneh dan tidak sempat terkuak kala itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Naah, aku jg pernah denger gitu mas. Katanya DN aidit ga merokok, tapi di film malah merokok

      Hapus
  33. abahku pernah cerita, dari keluarga budhe, anaknya ada yang nikah sama anak keturunan pki. Meski keturunannya emang ga dipungkiri masih ada pelabelan gitu. Cara yang dilakukan oleh menantunny itu adalah kemanapun ikut abahku, biar citranya berubah dan nggak dibawa-bawa lagi pkinya.

    Sepertinya utk jadi pns skrg ngga ditanya juga keturunan pki atau nggaknya, karena kakak kakak dari menantu semuanya jadi guru dan PNS.

    btw, do. Pas bapakmu meninggalkanmu untuk beranjak dia berkata sambil bernada tinggi atau biasa nih?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya bagian itu cuma khayalan aja mbak. Hehehe

      Cuma caraku menyampaikan cerita agar terkesan lucu dan ada dramatisasi nya hhaha

      Hapus
  34. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  35. Ini postingan menarik kak Dodo, di kampung ku ini jg banyak yg mengalami hal serupa, tidak terlibat tapi hingga ke anaknya Jd kesulitan mau sekolah / kerja karena tidak lulus screening.

    BalasHapus